Sabtu, 31 Mac 2018

“Mimpi Belaka”


“Mimpi Belaka”
Karya Muhammad Galang Irnanda (Galang Koko)
70x60 cm
Mix media pada kanvas
2014


Lukisan  berjudul “ Mimpi Belaka” ini merupakan karya seniman muda Muhammad Galang Irnanda, atau sering disapa dengan nama Galang Koko. Karya ini dibuat pada tahun 2014 dengan ukuran 70x60 cm, menggunakan mix media yang terdiri atas cat minyak dan gambar cetak pada kanvas.  Lukisan tersebut menampilkan subject matter seorang manusia. Unsur warna pada subject matter menggunakan warna ungu muda dan tua. Pada background, terdapat warna putih, merah tua, merah muda, jingga, biru tua, biru muda, hijau kekuningan, coklat tua, coklat muda, kuning, dan hitam.
Karya lukisan “Mimpi Belaka” ini merupakan salah satu karya yang dipamerkan dalam pameran bertajuk “Pekan Wisper Kreatif” yang diselenggarakan di gedung Wisma Perdamaian, Semarang. Terdapat unsur seni rupa yang lain pada lukisan tersebut yaitu berupa garis dan tekstur.  Jenis garis yang terdapat pada subject matter adalah garis lengkung atau tak beraturan pada subjek manusia, garis tipis putus-putus dan garis-garis semu yang tercipta akibat dari pertemuan antara dua warna atau lebih pada background. Sedangkan tekstur yang digunakan dalam lukisan ini adalah tekstur kasar/tak rata pada background dan tekstur halus pada subject matter. Lukisan ini mempunyai keseimbangan asimetri, dan juga terdapat irama yang dinamis.
Dari segi teknik pembuatan, lukisan ini digarap dengan teknik kolas (menempel)  dan sapuan kuasa pada kanvas. Maksudnya, seniman mengambil gambar print out (gambar cetak) yang dipotong mengikuti pola gambar lalu ditempelkan pada kanvas. Kemudian pada tepi gambar diberi warna sehingga tidak terlihat gambar cetak yang tertempel pada kanvas. Background dibuat dengan teknik sapuan kuasa secara ekspresif dengan permainan warna analogus yang dicampur dengan warna putih sehingga menghasilkan warna-warna yang soft. Warna pada background dibuat dengan sapuan warna yang tebal denga sedikit minyak/pengencer sehingga tercipta tekstur yang kasar.
Teknik tersebut bukan merupakan sesuatu hal yang baru. Banyak pelukis-pelukis di Semarang yang menggunakan teknik tersebut. Selama ini Galang Koko selalu melakukan eksplorasi media dan teknik. Karya terdahulu Galang Koko selalu menggunakan media cat akrilik pada kanvas dan kayu dengan gaya ekspresif. Merasa tidak cocok dengan media tersebut Galang Koko mencuba untuk menggunakan media cat minyak dengan tenik sapuan kuasa yang halus dan menghasilkan karya yang realistik dan surealistik. Tak cukup puas dengan hal itu dia melakukan eksplorasi media dengan teknik mix media, iaitu mencampurkan beberapa media untuk melukis. Banyak karya Galang koko yang menggunakan teknik mix media dan teknik kolas antara cat minyak dan berbagai macam media yang ada di sekitarnya misalnya berupa kayu, seng, ranting pohon, peralatan rumah tangga, sampah daur ulang ,yang nantinya akan di tempilkan pada kanvas. Hal ini dilakukan galang koko sebagai upaya untuk pencarian jati dirinya dalam berkarya seni lukis mengingat dirinya adalah seorang seniman muda.
Subject matter dalam lukisan ini iaitu seorang laki-laki yang terlihat dari belakang ,hanya memakai celana pendek dan berambut panjang. Dengan posisi dalam keadaan duduk dengan kepala yang menunduk. Terlihat seseorang yang sedang merenung, gelisah, dan bingung. Seperti sedang memikirkan atau menginginkan suatu hal. Perwujudan sosok seorang laki-laki berambut panjang ini merupakan sosok diri Galang Koko sendiri. Dalam lukisan ini Galang Koko ingin memperlihatkan seorang pemalas yang mempunyai banyak harapan. Ia ingin merespons keadaan di sekitarnya, bahawa banyak orang yang mempunyai mimpi untuk melakukan/memperoleh suatu hal, tapi tidak ada suatu tindakan yang ia lakukan. Sehingga hal itu hanya menjadi sebatas mimpi dan omong kosong  belaka. Ini merupakan ungkapan perasaan yang dia alami sendiri. Yang menyebabkan muncul suatu perasaan bingung dan gelisah. Perasaan itu diungkapkan  pada subject matter yang diberi warna ungu muda dan ungu tua. Warna ungu mengandung makna kegelisahan, murung dan menyerah.
Harapan/mimpi dalam lukisan di representasikan dengan background dengan corak abstrak. Karena pada umumnya harapan berbentuk abstrak, tidak tampak, namun diyakini bahkan terkadang di batin dan dijadikan sugesti agar terwujud. Namun ada kalanya harapan tertumpu pada seseorang atau sesuatu. Harapan adalah bentuk dasar dari kepercayaan akan sesuatu yang diinginkan akan didapatkan atau suatu kejadian akan berbuah kebaikan di waktu yang akan datang. Pada praktiknya banyak orang mencuba menjadikan harapannya menjadi nyata dengan cara berdoa atau berusaha. Terdapat warna putih dominan yang keluar dari kepala sosok manusia tersebut, melambangkan sebuah harapan yang datang dari fikiran seseorang. Dalam lukisan ini terdapat juga tulisan-tulisan yang berisikan harapan-harapan yang diinginkannya. Berkenaan dengan itu semua sehingga muncullah sebuah judul “Mimpi Belaka”. Kata “mimpi” di sini merupakan pengganti dari kata “harapan”. Mimpi tidak hanya terjadi saat orang sedang tidur saja, tapi mimpi mempunyai beberapa macam jenis yang salah satunya adalah mimpi sebagai harapan. Dan kata “Belaka” mempunyai makna ”hanya atau sebatas”.
Lukisan yang berjudul “Mimpi Belaka” ini mempunyai nilai estetik yang  cukup tinggi. Dilihat dari peletakan subject matter di bagian bawah dan menyisakan ruang kosong yang cukup banyak, dan diisi dengan pemberian warna-warna soft. Sehingga mengarahkan mata appreciator/pengamat kepada subject matter atau sosok manusia, sebagai point of interest. Judul yang diambil sangat relevan dengan konteks lukisan tersebut. Lukisan ini mengandung pesan sosial yang sangat baik, iaitu jika kita memiliki sebuah mimpi atau harapan hendaknya diraih dengan suatu tindakan yang pasti, agar harapan itu dapat tercapai. Bukan hanya berharap namun tidak ada tindakan apa pun. Dalam lukisan ini terdapat juga kekurangan iaitu penulisan harapan-harapan yang kurang jelas untuk dibaca. Dan perwujudan seseorang yang mempunyai harapan tanpa tindakan belum dapat ditangkap oleh appreciator/ pengamat.  Appreciator akan lebih menafsirkan sosok tersebut sedang meratapi nasib akan suatu musibah yang ditimpanya. Dilihat dari teknik dan media yang digunakan karya lukis ini bergaya kontemporari. Dapat dipengaruhi bahawa lukisan ini merupakan lukisan yang cukup bagus karena mengandung pesan yang baik untuk disampaikan kepada masyarakat namun kurang komunikatif dalam penyampaian pesannya.

Monalisa



Kritikan Teori
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjDlfVMhWgf7E8E0KZHYJM3Z1sEzEBP-1sPe6O0jbhbKDCoX8yTxy8epg3JkBQ9gkkCJuj9xXzXqs7I_50FVMaRrS3vyBoBBSKmQeefRIVTXBDmzfDy4wTx4Xp3r9z3T4dZAU8KDz7yTzc/s320/Leonardo+Da+Vinci+Mona+Lisa.jpg
Tajuk karya : Monalisa
Pengkarya: Leornardo Da Vinci
Seni adalah sesuatu yang indah. Pancaran keindahan itu terlihat dalam bahasa, puisi, nyanyian dan dendangan, lukisan dan ukiran, kreativiti kraf tangan, silat dan pencak. Indahnya seni menjadikan ia disukai kerana ada unsur harmoni dan syahdu, yang menyebabkan hati menjadi terhibur, perasaan menjadi terusik, lahirnya apresiasi, ada nilai estetika dan timbul rasa halus dan memberikan kepuasan rohaniah yang tinggi. Menerusi karya monalisa yang merupakan karya agung dunia. Banyak kritikan yang dijalankan menerusi kajian yang dilakukan. Ada pelukis dan penulis berpendapat, potret Monalisa tidak mampu disaingi mana-mana potret sehingga kini. Senyuman, lirikan mata dan raut wajahnya menyembunyikan pelbagai perkara yang banyak pengertian. Demikianlah tingginya pujian diberikan kepada Monalisa yang dihasilkan oleh pelukis Leonardo Da Vinci, pelukis Itali yang hidup dalam kurun ke-15 Masihi. Takrif keindahan ialah tafsiran pelukis terhadap modelnya yang duduk di depannya itu untuk dilukis. Pelukis Leonardo da Vinci mengambil masa 5 tahun untuk menyiapkan potret tersebut, dari tahun 1500-1504 dengan tujuan untuk merakamkan konsep kejelitaan yang dikongsi oleh masyarakat Itali pada zaman Renaissance. Ada ahli sejarah seni atau art historian mentafsir potret itu sebagai usaha Leonardo untuk mengimbas wajah ibu yang dia tidak kenal. Sebagai anak luar nikah Leonardo telah dipisahkan dari ibunya sejak dia kecil lagi. Semua watak-watak wanita yang dilukisnya mempunyai ciri keayuan ini sebagai tanda betapa rindunya Leonardo kepada ibu kandungnya itu.
Oleh itu, seni mempunyai kehidupannya yang tersendiri dengan kaedahnya yang tersendiri juga. Perkembangan demi perkembangan itu banyak bergantung kepada struktur dalaman. Ia menentukan kegiatan seni itu boleh berkembang. Gagasan perubahan ini tidak terbatas kepada lukisan dan catan sahaja, tetapi juga berlaku kepada semua bidang seni yang lain. Ia juga merupakan persoalan utama bagi amalan menghayati karya itu sendiri. Penekanan yang diberikan terhadap perkaitan atau hubungannya akan wujud pada keseluruhan karya seni itu. Analisis seni dari structuralism sama seperti amalan analisis ilmu lain. Pembicaraan yang agak sedikit tentang individu atau benda, tetapi lebih menekankan kaitan di antara perkataan dan bahasa tampak, di antara bahan dengan bahantara, konvensi atau unsur dan antara makna atau isi. Kaitan yang rapat di sini ialah di sebalik jalinan yang tidak terlihat dan tersorok yang membolehkan pelukis melukis dan penghayat menghayati serta pengkritik sebagai penilainya pula. Pendekatan seperti ini juga boleh dianggap sebagai analisis sinkronik.
Ramai pelukis dan penulis mengatakan bahawa senyum Monalisa yang cantik dan menawan, lebih-lebih lagi apabila dipandang dan ditenung lama-lama. Kata mereka senyuman Monalisa bagaikan senyuman orang hidup. Lirik matanya bagaikan hidup dan menawan kalbu. Jika ada orang yang menidakkan kecantikan potret Monalisa, maka dikatakan orang itu buta seni, tidak tahu menilai seni lukis. Demikian pujian yang sering diberikan peminat seni lukis dan penulis terhadap potret Monalisa sejak beratus-ratus tahun lalu. Pujian itu tidak kurang juga diberikan penulis dan pelukis tanah air kita ini. Bahkan ada pelukis dan penulis kita yang menganggap potret Monalisa sebagai karya seni yang agung, bermutu tinggi dan tiada bandingannya. Oleh kerana potret itu begitu terkenal, ada orang mengambil kesempatan mencetak dengan banyak dan acap kali dijual sebagai barang hiasan. Mereka menjadikan potret Monalisa sebagai barang dagangan. Begitu juga oleh kerana begitu taksub dan kagum, ada yang meletakkan potret Monalisa dalam bingkai gambar yang cantik dan mahal untuk dijadikan hiasan dalam rumah, sama ada di dalam bilik tetamu ataupun di bilik tidur. Ada yang sanggup membelinya dengan harga yang mahal walaupun mereka tahu lukisan itu tiruan atau fotokopi, bukan yang asal.
Potret Monalisa kini diletakkan di dalam muzium di negara kelahiran pelukisnya sendiri di Itali. Ia dijaga rapi dan diinsuranskan pula dengan jutaan ringgit. Oleh sebab itulah harga potret Monalisa kian hari kian tinggi, mungkin mencecah hingga berpuluh-puluh juta ringgit. Oleh itu, faktor penting yang boleh dianggap merangkumi keseluruhan kegiatan kritikan seni ialah faktor strukturalisme. Hal ini dapat menjeniskan situasi bagaimana mendedahkan tema dan konsep dalam sesuatu karya seni itu. Analogi yang dapat difahami di sini ialah konsep penceritaan bahasa seni dari keseluruhannya. Ia memungkinkan timbulnya pelukisan dan pertuturan dari bahantara seni dan senimannya.
Monalisa asalnya adalah dari nama orang yang benar-benar wujud. Dia lahir dan dibesarkan di sebuah bandar kecil bernama Florentine, Milan, Itali. Bandar ini terletak di kawasan berbukit-bukau dengan kegiatan ekonomi utamanya ketika itu ialah pertanian dan ternakan. Beberapa tahun yang lepas, seorang profesor mendakwa dia menemui nota yang ditulis seorang pelukis terkenal, yang menyatakan bahawa potret Monalisa adalah hasil lukisan model terkenal bernama Isabela Gualandi, yang lahir dan dibesarkan di Naples, Itali pada tahun 1491. Isabela Gualandi dikatakan mempunyai hubungan dengan Giuilano de Medici saudara kandung Pope Leo ke-X. Pendapat lain pula mengatakan bahawa Monalisa adalah isteri kedua saudagar Zanobi de Gloconda. Ada kemungkinan Zanobi de Gloconda ini dari kalangan orang Islam dengan berpandukan dua sebab. Pertama, nama Zanobi sendiri adalah seiras dengan nama orang Islam yang ramai terdapat di Itali, sama ada zaman Monalisa masih hidup, mahupun pada masa sekarang yang kebanyakannya sebagai ahli perniagaan. Kekuatan pemerintahan Islam di kawasan berkenaan pada zaman itu memang tidak dapat dinafikan. Keagungan Empayar Othmaniyah yang berpusat di Turki, berkembang hingga ke Balkan dan sekitar Itali serta di Sepanyol amat terserlah.
Kemungkinan kedua, Zanobi dikatakan beragama Islam, kerana Monalisa ialah isteri keduanya. Amalan beristeri lebih daripada seorang (poligami) berlaku di kalangan orang Islam kerana Islam sajalah yang membenarkan umatnya berpoligami. Zanobi de Glocondo menjemput Leonardo Da Vinci untuk melukis isteri keduanya itu yang dianggap perempuan tercantik di dunia pada zamannya. Ketika Leonardo belum terkenal sebagai pelukis, dia hanya pelukis amatur yang mendapat upah melukis secara kecil-kecilan. Hasil lukisannya dijual untuk menampung keperluan hidupnya yang tidak seberapa. Leonardo juga menjual lukisannya di kaki lima kedai kepada berminat.
Zanobi de Glocondo dan isterinya ketika itu sedang bersenang-senang di tempat peranginan di kaki pergunungan yang menjadi latar belakang potret Monalisa itu. Dia melihat Leonardo sedang melukis sesuatu, lantas dia meminta dilukis potret isterinya itu. Lukisan potret Monalisa yang asal berukuran kira-kira 36 inci tinggi dan 20 inci lebar itu memperlihatkan keseluruhan muka, dengan rambut terurai menutupi sebahagian bahunya. Lehernya yang jinjang nampak jelas dengan sebahagian dadanya terbuka. Sesungguhnya gambar ini amat berlawanan dengan nilai dan tradisi bukan sahaja masyarakat Islam, tetapi juga masyarakat Kristian pada masa itu yang masih kuat berpegang dengan nilai moral yang tinggi. Kebanyakan mereka berpakaian menutup aurat. Pada ketika itu semua wanita baik Islam mehupun bukan Islam, tidak berani mendedahkan aurat termasuk rambut. Kini terdapat beberapa pelukis nakal cuba mengubah imej potret Monalisa dengan pelbagai wajah. Misalnya Graham Dean mengubah lukisan Monalisa yang asal dengan cara: Monalisa dilukis dan digambarkan dengan berbadan tikus, Monalisa berbadan gorilla dan lain-lain haiwan. Terdapat juga Monalisa memakai seluar ‘Jean’ ketat dan ada potret Monalisa yang digambarkan dengan kaki terkangkang. Antara yang paling menarik ialah potret Monalisa dengan misai Hitler-tokoh orang yang paling kejam dan ganas dalam dunia menurut pandangan Barat. Di samping itu, terdapat juga ahli perniagaan yang mengeksploitasi wajah dan nama Monalisa untuk melariskan barang jualan mereka seperti minyak wangi, seluar jean dan bedak Bagaimanapun, mengapakah sehingga kini potret Monalisa begitu dikagumi manusia? Adakah dia wanita tercantik pada zaman itu jika dibandingkan dengan wanita lain? Atau banyak agenda yang perlu kita gali untuk mencari rahsia sebenarnya?
Perasaan untuk merasa keindahan itu adalah keinginan manusia yang semula jadi, sama seperti keinginan untuk merasa selamat, keinginan untuk berumah tangga, keinginan untuk menjadi ibu atau bapa. Setiap budaya menyediakan kaedah supaya orang dapat berkongsi sama pengalaman ketepikan tersebut, yakni, pengalaman merasa nikmat, indah, seronok, ceria. Kesemua perasaan yang positif ini memang boleh dirasai secara naluri, yang memerlukan rangsangan berupa bunyi-bunyian, lukisan warna dan kehalusan bahasa. Perasaan keindahan ini adalah satu hal yang luas bidangnya sehingga agak suka untuk memberi kata putus tentang keindahan. Orang perseorangan atau individu selalu berbeza dalam mengira apakah yang indah. Mesti ada consensus atau pendapat umum yang mengesahkan sesuatu bentuk itu indah atau tidak.